SI MANIS YANG MEMBACA BUKU " Keranda Cinta "

Menanti bukan rindu, menunggu hanya untuk membunuh waktu. Merentangkan kembali harapan menatap masa depan, dengan melangkah pasti walau perlahan.
Vera yang selalu datang mengisi hari-hari sepiku, untuk bernyanyi bersama, bercanda dan tertawa di sebuah gerbong kereta tua. Vera selalu menghiburku dengan tingkah lucu dan menggemaskan khas remaja ibukota. Kehadiran Vera mulai mengikis ingatanku tentang Dinda, perlahan semua rasa cintaku pada Dinda telah aku masukkan ke dalam keranda dan kelak kusimpan jauh dalam jiwa, hingga aku akan merasa lupa jika kelak
aku akan mencarinya.
Waktu terus berlalu, iringi langkahku, dalam suka dalam duka, menangis dan tertawa bersama Vera. Akhirnya ku bulatkan tekad untuk melamar Vera, tak terpikirkan akan kuberi makan apa, karena aku belum kerja dan tidak punya apa-apa, dan satu hal yang pasti kami tidak akan makan batu rel kereta.
Aku menikahi Vera anak semata wayang saudagar kaya pengusaha batubara. Aku sunting Vera dengan mas kawin uang delapan puluh delapan ribu rupiah saja dan sebuah gitar tua.
Walaupun awalnya orang tua Vera takut anaknya akan sengsara karena menikah dengan pemuda drop out kuliah dan tidak bekerja, kini bisa bernapas lega karena aku kini menjadi pengusaha kelapa muda.
Usahaku berkembang pesat walaupun dengan modal awal seadanya, yaitu empat juta rupiah modal pinjam dari mertua.
Mobil tiga dengan tipe yang berbeda, delapan puluh kios kelapa muda di seluruh jakarta, tujuh rumah dan sepasang anak kembar bernama Jaka dan Jelita.
Kami hidup bahagia tinggal di rumah bagai istana dikelilingi taman taman bunga yang indah penuh warna.
Byuuuuuurrrrr...... " wooii, bangun udah subuh!!!!" Teriak lelaki tua berpeci bersarung warna warni. Aku kaget dan tak habis percaya. Ternyata aku hanya bermimpi, aku tidur tanpa melepas alas kaki di keranda orang mati. Dalam pikirku, ini terjadi pasti karena terlalu lelah tubuh ini hingga berhalusinasi tingkat tinggi.
Aku bangun perlahan karena masih setengah sadar, sembari menertawakan diri sendiri karena tidur di keranda orang mati.
Belum jauh aku melangkah untuk pergi, orang tua itu memanggilku dan mengajakku sholat subuh berjamaah dengannya, aku hanya menurut saja. Diambilnya sarung lusuh dari lemari di sudut belakang mushola, dia lemparkan kepadaku seraya memberi perintah untuk menggunakannya, dan sekali lagi aku hanya menuruti kemauannya. Akhirnya kami sholat subuh berjama'ah walaupun hanya berdua saja.

Comments

Popular posts from this blog

MANCING KONDE

Lambe Turah